Pernah ngga sih kalian ikut suatu lomba, ngerasa udah berjuang sekuat tenaga, tapi hasilnya seolah-olah mengkhianati usaha?
Biasanya, mereka yang mengalami kejadian tersebut bakalan ngerasa kalo ada sesuatu yang salah dari penilaian, baik itu pure ketidaksengajaan, atau bahkan ngerasa seolah olah itu adalah "settingan".
Mereka yang mengalami kejadian tersebut, bakalan ngerasa kalo apa yang udah dia usahain seolah-olah ngga ada harganya, dan dia cuman bagian formalitas dari kejadian tersebut, yang tanpanya pun, akan terus berjalan.
Gue sendiri sempet mikir kaya gitu. Atau malah, mungkin hampir semua orang yang mengalaminya bakal mikir hal serupa.
So, apa yang salah?
Yang salah adalah, ego manusia.
Kita terbiasa untuk menyalahkan seseorang untuk satu kejadian yang terjadi.
Dan itu udah menjadi kebiasaan bahkan sejak kita masih kecil.
Contohnya ketika kita kejedot sesuatu, pernah kalian dimarahin karna hal tersebut? Ngga kan?
Jadi siapa yang disalahkan? Dinding atau pintu, kan?
Jadi siapa yang disalahkan? Dinding atau pintu, kan?
Kebiasaan mencari objek untuk disalahkan inilah yang kadang membuat diri kita ngga pernah ngeliat diri kita sendiri, menyadari kekurangan kita sendiri, dan memperbaiki kekurangan yang kita miliki.
Padahal, yang perlu kita lakukan cukuplah dengan bercermin, dan menyadari apa sebenarnya yang kurang dari diri kita.
Kita cukup percaya bahwa hidup adalah tentang sebuah penerimaan.
Bagaimana kita menanti apa yang memang sudah ditakdirkan.
Menerima apa yang sudah ditetapkan.
Dan menjalani apa yang memang diharuskan.
Menerima apa yang sudah ditetapkan.
Dan menjalani apa yang memang diharuskan.
Banyak orang yang mengeluh, kenapa takdirnya belum juga tiba?
Tapi ia tak pernah menyadari, bahwa apa yang dia maksud dengan ketidakadaan itu juga adalah sebuah takdir.
Ia memang sudah ditakdirkan untuk itu, dan dia haruslah melakukan apa yang seharusnya dilakukan;
Tapi ia tak pernah menyadari, bahwa apa yang dia maksud dengan ketidakadaan itu juga adalah sebuah takdir.
Ia memang sudah ditakdirkan untuk itu, dan dia haruslah melakukan apa yang seharusnya dilakukan;
menemukannya, mendapatkannya.
Sebagian yang lain, menganggap takdir yang ia terima tidak adil.
Tapi, bukankah hidup memang selalu seperti itu?
Tapi, bukankah hidup memang selalu seperti itu?
Misalnya pajak, orang dengan kekayaan lebih akan membayar lebih dari orang yang berpenghasilan sedikit.
Seandainya adil, apakah kalian akan terima?
Seandainya adil, apakah kalian akan terima?
Begitu pula takdir,
Disaat seseorang mendapat yang lebih dari yang lain, dibalik itu juga ada kewajiban besar yang harus ia tanggung, atau mungkin 'sudah' ia tanggung.
Disaat seseorang mendapat yang lebih dari yang lain, dibalik itu juga ada kewajiban besar yang harus ia tanggung, atau mungkin 'sudah' ia tanggung.
Jadi, sebelum kita memikirkan kenapa orang lain bisa menang, Sebaiknya kita lihat dulu, kenapa kita bisa kalah.
Jalan keluarnya? Sadarilah, pahamilah, mengertilah, berusahalah, bersyukurlah.
Bagikan
Kalah itu biasa. Menerima kekalahan itu luar biasa.
4/
5
Oleh
Suka Duka Nuka
6 comments
Tulis commentsSuper sekali pak nukario. Saya sangat setubuh dengan anda.
ReplyEgo biasanya yang buat urang menyangit-nyangit kada jelas jua nuk. Keren nah artikelnya. merasa disadar akan ulun
ReplyPaan ci
ReplyHati-hati ini konspirasi wahyudi
Replybjur bnar nuk, ego tu sudah kodratnya ada dalam kehidupan nih
ReplyKelanjutan dari postingan kakak-adik nih, mungkin (dan sepertinya benar) haha. Seharusnya, lebih luar biasa lagi kalau menang, broh.
ReplyJangan lupa ngomen ya, tapi ngomennya jangan di lampu merah, entar di Razia SatPol PP. Ciao!